Powered By Blogger

Minggu, 27 Maret 2011

Mendukung Earth Hour, Jakarta Padamkan Listrik 60 Menit


JAKARTA: DKI Jakarta menyatakan ikut serta dalam pelaksaan Earth Hour. Pada Sabtu (28/3/2009), selama satu jam dari pukul 20.30 hingga 21.30 WIB Jakarta memadamkan lampu di lima ikon kota, antara lain Bundaran Hotel Indonesia dan air mancur, Monumen Nasional (Monas) dan air mancurnya, Gedung Balai Kota, Patung Pemuda, dan Air Mancur Arjuna Wiwaha.
Gubernur DKI Jakarta, Dr Ing H Fauzi Bowo, yang dikukuhkan WWF-Indonesia sebagai Duta Earth Hour 2009, bergabung dengan nama-nama besar duta kampanye ini, seperti Archbishop Desmond Tutu, Raja Swedia, Presiden Finlandia, Walikota London, Perdana Menteri Malaysia, dan masih banyak lagi.
"Sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta, saya bersedia menjadi Duta Earth Hour 2009 dan sekaligus tuan rumah bagi kegiatan ini. Kami berharap Earth Hour 2009 dapat menjadikan Jakarta lebih baik dari sisi efisiensi dan penghematan energi, sekaligus dalam upaya penanggulangan perubahan iklim global," kata Bowo.
Ini merupakan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap kampanye hemat energi dan perubahan iklim global. Sebelumnya, Jakarta menjadi bagian dari Climate Leadership Group bersama 40 negara lain. Gubernur Provinsi DKI Jakarta juga menjadi salah satu pemimpin kota dari enam negara yang menandatangani Agreement to Partner on Climate Action di California atas undangan Gubernur Arnold Schwarzenegger.
Kantor-kantor pemerintah dan swasta menyatakan komitmennya terhadap Earth Hpur dan mematikan peralatan listrik di gedung kantor mereka. Sebagian diantaranya berada di sepanjang kawasan Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Selain itu, mereka sukarela menginformasikan kepada rekanan dan masyarakat dalam jejaring kelompok mitra korporasi tersebut untuk ikut mendukung Earth Hour 2009.
Rizal Malik, Badan Pengurus WWF-Indonesia, mengatakan, Earth Hour adalah saatnya mengingatkan masyarakat dunia pada gas buang karbon dioksida dari pembangkit listrik serta kendaraan bermotor berbahan bakar minyak serta batubara yang memicu perubahan iklim. Earth Hour juga mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa pemakaian listrik masih terpusat di Pulau Jawa, dan 20% pengguna listrik di Indonesia berada di Jakarta.
Fitrian Ardiansyah, Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia, menegaskan, kegiatan Satu Hari Earth Hour ini adalah aksi simbolis. Yang lebih penting lagi adalah perubahan perilaku ke arah hemat bahan bakar dan hemat listrik seterusnya.
"Jakarta memiliki potensi besar melakukan penghematan energi dan menjadi pelopor gerakan serupa di kota-kota lain di Indonesia, terutama di Pulau Jawa.  Pilih Bumi selamat," katanya.
Gerakan Earth Hour berawal pada 2007 di Sydney, Australia, dengan 2,2 juta pendukung. Gerakan ini kemudian berkembang menjadi 50 juta pendukung dari 370 kota di 35 negara pada 2008.
Berita terbaru pada 17 Maret 2009 menyebutkan, 1.539 kota dari 80 kota mendaftar dan menyatakan ikut Earth Hour. Angkat itu jauh melampaui target tahun ini, yakni lebih dari satu miliar orang di 1.000 kota.
Pada pukul 20.30 waktu setempat, Sabtu 28 Maret 2009, dunia akan menyaksikan beberapa bangunan ciri khas kota-kota dunia mematikan lampu yang merupakan simbol kampanye ini. Antara lain hotel tertinggi di dunia di Dubai– Burj Dubai, menara tertinggi di sejumlah benua– Canadian National (CN) Tower di Toronto, Federation Tower di Moskow, dan Quirinale di Roma, kediaman resmi Presiden Italia, Giorgio Napolitano. Di Australia, lampu di Auckland’s Sky Tower – menara tertinggi di belahan bumi selatan, Gedung Opera Sydney. Sementara, Table Mountain di Cape Town Afrika Selatan.

Data dan fakta:
1. Earth Hour merupakan kampanye perubahan iklim global WWF. Perorangan, pelaku bisnis, pemerintah dari berbagai negara di semua belahan dunia akan mematikan lampu selama satu jam sebagai pernyataan dukungan upaya penanggulangan perubahan iklim pada Sabtu, 28 Maret 2009 pukul 20.30 – 21.30 (waktu setempat).
Maksud kampanye ini adalah untuk menunjukkan bahwa aksi individu yang dilakukan secara global dapat mengubah bumi kita lebih baik.
2. Kenapa Jakarta?
Pemakaian listrik di Indonesia masih menumpuk di Pulau Jawa. Pada 2007 pemakaian listrik mencapai sekitar 77% dari konsumsi nasional, dan sekitar 20% pengguna listrik di Indonesia berada di Jakarta. Sedangkan pasokan listrik di daerah lain di Indonesia masih berbagi dalam jumlah yang lebih kecil.
Data PLN pada 2007 menyebutkan, penjualan listrik untuk wilayah DKI Jakarta dan Tangerang sebesar 27.939 giga watt jam (GWh) atau 23% dari total konsumsi listrik di seluruh Indonesia, terbagi menjadi beberapa bagian, dengan komposisi terbesar sebagai berikut:
- 34% rumah tangga (sebagian besar di DKI Jakarta)
- 30% industri (sebagian besar di Tangerang)
- 29% bisnis (sebagian besar di DKI Jakarta).
Jumlah total penjualan ini setara dengan 24,89 juta ton gas karbon doiksida (CO2) (dihitung berdasarkan data DJLPE dari 2004 hingga 2006 tentang gas buang CO2 dari produksi listrik: 0,891 ton CO2/MWh).
3. Satu jam Earth Hour untuk Jakarta?
Mematikan lampu di DKI Jakarta dan sekitarnya selama satu jam, dengan asumsi penghematan 10% dari konsumsi listrik rata-rata per jam:
- 300 megawatt (MW ), cukup untuk mengistirahatkan 1 pembangkit listrik dan mampu menyalakan 900 desa
- mengurangi beban biaya listrik Jakarta sekitar Rp 200 juta
- mengurangi emisi CO2 sekitar 284 Ton CO2
- menyelamatkan lebih dari 284 pohon
- menghasilkan gas oksigen (O2) untuk lebih dari 568 orang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar